PENGHANCUR HARAPAN?

Baca: AYUB 14:13–22


Bacaan tahunan: Ezra 10

Seniman muda itu berguru pada seniornya. Setelah sekian tahun, usahanya tidak sia-sia. Timanthes, nama pelukis itu, berhasil membuahkan karya lukisan yang amat memesona. Begitu takjubnya ia oleh lukisannya sendiri, seniman muda itu menghabiskan waktu berhari-hari untuk memandanginya. Suatu hari ketika ia berniat menikmati lukisan itu lagi, didapatinya lukisan itu rusak. Timanthes begitu marah kepada gurunya yang mengaku bertanggung jawab atas kerusakan itu. Gurunya berkata, "Lukisan itu menghambat kemajuanmu, segeralah mulai melukis lagi yang lebih bagus!" Untunglah, ia patuh. Akhirnya lahirlah Pengorbanan Iphigenia-salah satu lukisan Yunani kuno yang terbaik di dunia.

Akhir cerita kehidupan Ayub sungguh mulia (Ayb. 42:12–17). Sebuah kehidupan baru yang melebihi kondisi sebelumnya. Menjadi contoh sebuah kesalehan ibarat perak murni yang teruji dari dapur api penderitaan. Tetapi pada saat ia menjalani kesengsaraannya, Ayub mengadakan "percakapan perbantahan" yang panjang kepada Allah melalui dialognya dengan sahabat-sahabatnya. Di dalam "bantahan"-nya itu Ayub menggambarkan kepedihan dan kesakitannya sebagai akibat penghancuran harapan oleh Tuhan! "Seperti batu dikikis air, dan bumi dihanyutkan tanahnya oleh hujan lebat, demikianlah Kauhancurkan harapan manusia" (ay. 19).

Jika Ayub saja begitu, apalagi kita yang sudah pasti tak sebaik Ayub. Wajar kiranya jika kesusahan yang menimpa sering kita rasakan sebagai Tuhan yang "bertanggung jawab". Ketenangan kita diusik-Nya. Kebahagiaan kita dirusak-Nya. Tetapi yang terpenting, yakinlah cerita tidak berakhir di situ. Dari puing-puing kehancuran pun Tuhan sanggup membangun masa depan baru. Segala perkara Tuhan pakai untuk membuat kita bertumbuh menjadi lebih baik.
-PAD/www.renunganharian.net


JIKA KITA MERASA HANCUR SEPERTI TANAMAN PADA MUSIM GUGUR, YAKINLAH MUSIM SEMI PASTI AKAN TIBA


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media