Alkitab, Renungan Harian, Ayat Emas, Pujian...
Baca: 2 Tawarikh 26:16-23
Tetapi Uzia, dengan bokor ukupan di tangannya untuk dibakar menjadi marah. (2 Tawarikh 26:19)
Bacaan tahunan: Ulangan 5-7
Saat itu mobil saya berhenti di persimpangan jalan hendak menyeberang. Tiba-tiba dari arah depan bersilang ada pengendara mobil yang memaksakan untuk berputar haluan bukan pada tempatnya, padahal sudut putarnya terlalu sempit. Ia menganggap mobil saya mengalanginya, lalu sambil marah ia membunyikan klakson sebagai peringatan agar saya mundur. Sungguh tidak tahu diri. Sudah salah, malah marah.
Hukum Musa mengatur upacara pembakaran ukupan sebagai tugas khusus yang diemban oleh para imam keturunan Harun (ay. 18-lihat Kel 30:7-8). Raja Uzia menyalahi aturan itu, ia melakukannya sendiri (ay. 16). Karena pelanggaran itu ia ditegur oleh imam Azarya beserta 80 imam lainnya (ay. 18). Uzia bersalah karena mengambil jalur peran yang bukan wilayahnya. Namun alih-alih mengakuinya, reaksi Uzia justru marah besar (ay. 19). Fatal baginya, Tuhan memberi tulah berupa kusta (ay. 20-21). Mengapa ia marah? Sebab, setelah merasa diri kuat, ia menjadi tinggi hati (ay. 16)--tidak bisa lagi menerima teguran.
Sikap itu bukan monopoli raja Uzia. Kita pun tidak luput dari bahayanya. Keberhasilan, kehormatan, kekuatan, kekayaan, dan ketenaran bisa membuat orang silau. Terbuai dan termanjakan. Hanya melihat kehebatan diri, tidak menyadari kekurangannya. Hanya bisa menerima sanjungan, sukar mencerna teguran. Akibatnya, karena ditegur, bukannya berterima kasih kita malah marah. Semoga kisah raja Uzia menjadi peringatan serius bagi kita. --Pipi A Dhali /Renungan Harian
KEBESARAN HATI SESEORANG TERUKUR DARI KESEDIAAN UNTUK DITEGUR MESKI SUDAH MENJADI ORANG BESAR.
Please sign-in/login using: