MARAH

Baca: EFESUS 4:26-27


Bacaan tahunan: Lukas 10-11

Marah adalah salah satu bentuk emosi yang sebenarnya lumrah terjadi. Ada yang berpendapat marah yang tidak tersalurkan, justru akan merusak diri sendiri. Di sisi lain, ada juga pendapat yang terkesan rohani mengatakan, "Jangan marah! Tuhan tidak suka! Orang beriman harus sabar. Terima apa adanya saja." Lalu, bagaimana kita melihat dua pendapat ini? Apakah orang beriman tidak boleh marah?

Dalam konteks membicarakan perubahan yang terjadi di dalam manusia baru yang telah mengenal Allah melalui Yesus Kristus, Paulus menulis kepada jemaat di Efesus, bila mereka marah, janganlah sampai marah itu menimbulkan dosa. Jangan sampai timbul amarah dan dendam, serta keinginan melampiaskan marah menjadi tindakan yang justru menempatkan orang beriman kembali hidup di dalam perhambaan dosa. Janganlah karena kita marah, justru menjadi kesempatan untuk iblis menjatuhkan kita kembali ke dalam perhambaan dosa. Sederhananya, boleh marah, tetapi bukan marah-marah, bukan pula jadi amarah dan angkara murka. Marah, tetapi tidak untuk selamanya. Paulus katakan, "Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu." Marah pada tempatnya, setelah itu segera berdamai dengan Tuhan, dengan diri sendiri dan orang lain.

Orang beriman dapat saja marah. Marah pada ketidakadilan, pada saat ada orang lain melakukan tindakan tidak benar, saat ada orang lain diperlakukan tidak adil, dan saat ada orang lain bertindak semena-mena. Marah yang lantas diubah menjadi tindakan menyatakan keadilan, kebenaran, dan damai sejahtera, serta memberikan solusi di dalam kehidupan ini. Bukan sekadar marah-marah karena justru menimbulkan penyakit dan merugikan diri sendiri.
-AAS/www.renunganharian.net


KEMARAHAN ATAS KETIDAKADILAN DAN KETIDAKBENARAN MENDORONG KEADILAN DAN KEBENARAN DITEGAKKAN


Recent Comments

Navigation

Change Language

Social Media